Monday, December 25, 2017


Saya menduga keras persoalan boleh tidaknya mengucapkan selamat hari natal cuma di Indonesia saja.
~Quraish Shihab~

Orang sedunia tahu, 25 Desember adalah peringatan hari natal. Saya pun tidak begitu tahu latar belakang dan sejarahnya, karena saya sendiri bukan kristiani, saya seorang muslim. Akan tetapi dengan alasan silaturahmi, ketika hari natal saya akan mengucapkan “Selamat Natal” kepada teman-teman kristiani.

Ternyata, ucapan sepele tersebut masih saja menjadi perdebatan di kalangan agama saya. Bahkan banyak yang menggunjing ketika ada seorang muslim yang memberi ucapan selamat natal kepada umat Kristen. Beberapa artikel yang saya baca menuliskan bahwa ucapan selamat natal diharamkan di dalam agama islam dengan dalil “kaum yang menyerupai kaum lainnya maka ia adalah bagian dari kaum itu”.

Di dalam artikel tersebut menuliskan, meskipun ucapan, tetapi merupakan sebuah pernyataan. Dalam tulisan tersebut juga tertulis jelas, syahadat (persaksian masuk agama islam) adalah sekedar ucapan, tapi kata tersebut adalah syarat masuk islam. Argument lain juga mengatakan, seorang muslim menikah juga mengucapkan akad sebagai syarat halalnya wanita yang dinikahi. Wah, saya kagum dengan argumen-argumennya.

Bukannya saya berpengetahuan, justru pengetahuan saya sangat minim akan pasal-pasal di dalam islam yang sangat banyak sekali. Akan tetapi saya melihat berdasarkan konteks dan logika. Ucapan selamat natal tidak sesuai jika disamakan dengan konteks syahadat maupun akad nikah. Ucapan selamat natal sebatas wujud toleransi antarumat beragama. Ketika umat muslim mengucapkan selamat natal, apakah juga keimanannya akan berubah? Tentu tidak kan. Ia mengucapkan sebagai muslim, dan setelah mengucapkan ia tetaplah seorang muslim. Meskipun memberikan ucapan natal, akan tetapi keyakinannya tidak beralih bahwa Isa adalah Tuhannya. Tuhan yang ia percaya tetap Allah SWT.

Maka, pembaca budiman yang kemungkinan juga seorang muslim, tidak perlu mempersulit kondisi keharmonisan beragama. Ketua Majelis Ulama Indonesia pun sudah mengatakan kebolehannya dalam mengucapkan selamat hari natal. Meskipun banyak sekali komen negatif dari pengguna dunia maya dengan dalih ‘Kristenisasi Nyata’. Bahkan menurut Quraish Shihab, para ulama di Mesir berkunjung kepada pimpinan umat kristiani untuk mengucapkan selamat natal. Jikalau seseorang itu selektif, tentu ia akan berfikir bagaimana  keimanan seseorang tidak dapat ‘digadaikan’ dalam bentuk apa pun. Kecuali, memang ia sudah menemukan jalan hidup dan pilihannya.

Mengucapkan selamat natal (bukan merayakan loh yaadalah bagian dari menjalin hubungan baik antar sesama manusia. Meskipun mengucapkan selamat natal dalam keadaan muslim, akan tetapi iman kita tidak mengatakan bahwa Isa adalah tuhan atau anak tuhan, maka sah-sah saja. Mengatakan bahwa hari natal itu adalah hari kelahiran Isa sebagai Tuhan atau anak tuhan, nah ini yang ‘tidak boleh’. Sehingga yang terpenting adalah boleh mengucapkan selamat natal asalkan akidah kita tidak ‘ternodai’.

Akan tetapi ada hal yang ‘tidak’ begitu saya pahami dari pernyataan MUI, yakni ketidakbolehannya menggunakan atribut natal dan perintah untuk mengenakan atribut natal. Apa yang dimaksud atribut oleh MUI tersebut? Apakah aksesoris natal yang beredar di pasaran? Lalu apa hubungannya ‘atribut’ dengan ‘keimanan’ seseorang?

Mungkin pertanyaan-pertanyaan saya itu menutup tulisan saya kali ini, siapa tahu pembaca memiliki jawaban untuk berbagi dengan saya.
Sampai jumpa di tulisan selanjutnya….

aRn/semutireng




Dimohon komentator menggunakan bahasa yang sopan. Tidak merendahkan, memojokkan dan melecehkan kelompok lain. Terima Kasih
EmoticonEmoticon