Saya menduga keras persoalan boleh tidaknya mengucapkan selamat hari natal cuma di Indonesia saja.
~Quraish Shihab~
Orang sedunia tahu, 25 Desember adalah
peringatan hari natal. Saya pun tidak begitu tahu latar belakang dan
sejarahnya, karena saya sendiri bukan kristiani, saya seorang muslim. Akan
tetapi dengan alasan silaturahmi, ketika hari natal saya akan mengucapkan
“Selamat Natal” kepada teman-teman kristiani.
Ternyata, ucapan sepele tersebut masih
saja menjadi perdebatan di kalangan agama saya. Bahkan banyak yang menggunjing
ketika ada seorang muslim yang memberi ucapan selamat natal kepada umat
Kristen. Beberapa artikel yang saya baca menuliskan bahwa ucapan selamat natal
diharamkan di dalam agama islam dengan dalil “kaum yang menyerupai kaum lainnya
maka ia adalah bagian dari kaum itu”.
Di dalam artikel tersebut menuliskan,
meskipun ucapan, tetapi merupakan sebuah pernyataan. Dalam tulisan tersebut juga
tertulis jelas, syahadat (persaksian masuk agama islam) adalah sekedar
ucapan, tapi kata tersebut adalah syarat masuk islam. Argument lain juga
mengatakan, seorang muslim menikah juga mengucapkan akad sebagai syarat
halalnya wanita yang dinikahi. Wah, saya kagum dengan argumen-argumennya.
Bukannya saya berpengetahuan, justru
pengetahuan saya sangat minim akan pasal-pasal di dalam islam yang sangat
banyak sekali. Akan tetapi saya melihat berdasarkan konteks dan logika. Ucapan
selamat natal tidak sesuai jika disamakan dengan konteks syahadat maupun akad
nikah. Ucapan selamat natal sebatas wujud toleransi antarumat beragama. Ketika
umat muslim mengucapkan selamat natal, apakah juga keimanannya akan berubah?
Tentu tidak kan. Ia mengucapkan sebagai muslim, dan setelah mengucapkan
ia tetaplah seorang muslim. Meskipun memberikan ucapan natal, akan tetapi
keyakinannya tidak beralih bahwa Isa adalah Tuhannya. Tuhan yang ia percaya
tetap Allah SWT.
Maka, pembaca budiman yang kemungkinan juga
seorang muslim, tidak perlu mempersulit kondisi keharmonisan beragama. Ketua
Majelis Ulama Indonesia pun sudah mengatakan kebolehannya dalam mengucapkan
selamat hari natal. Meskipun banyak sekali komen negatif dari pengguna dunia
maya dengan dalih ‘Kristenisasi Nyata’. Bahkan menurut Quraish Shihab, para ulama
di Mesir berkunjung kepada pimpinan umat kristiani untuk mengucapkan selamat
natal. Jikalau seseorang itu selektif, tentu ia akan berfikir bagaimana keimanan seseorang tidak dapat ‘digadaikan’
dalam bentuk apa pun. Kecuali, memang ia sudah menemukan jalan hidup dan
pilihannya.
Mengucapkan selamat natal (bukan merayakan loh ya) adalah bagian dari
menjalin hubungan baik antar sesama manusia. Meskipun mengucapkan selamat natal
dalam keadaan muslim, akan tetapi iman kita tidak mengatakan bahwa Isa adalah
tuhan atau anak tuhan, maka sah-sah saja. Mengatakan bahwa hari natal itu
adalah hari kelahiran Isa sebagai Tuhan atau anak tuhan, nah ini yang ‘tidak
boleh’. Sehingga yang terpenting adalah boleh mengucapkan selamat natal asalkan
akidah kita tidak ‘ternodai’.
Akan tetapi ada hal yang ‘tidak’ begitu saya
pahami dari pernyataan MUI, yakni ketidakbolehannya menggunakan atribut natal
dan perintah untuk mengenakan atribut natal. Apa yang dimaksud atribut oleh MUI
tersebut? Apakah aksesoris natal yang beredar di pasaran? Lalu apa hubungannya
‘atribut’ dengan ‘keimanan’ seseorang?
Mungkin pertanyaan-pertanyaan saya itu
menutup tulisan saya kali ini, siapa tahu pembaca memiliki jawaban untuk
berbagi dengan saya.
Sampai jumpa di tulisan selanjutnya….
aRn/semutireng
Dimohon komentator menggunakan bahasa yang sopan. Tidak merendahkan, memojokkan dan melecehkan kelompok lain. Terima Kasih
EmoticonEmoticon