Monday, April 22, 2019


Dulu, saat masih SD saya pernah membaca cerita Abu Nawas yang mendadak gila gara-gara akan dijadikan qadhi menggantikan ayahnya. Ceritanya kurang lebih demikian:

Alkisah, suatu hari ayah Abu Nawas mengalami sakit yang sangat berat. Raja khawatir, jika ayah Abu Nawas meninggal, maka tidak ada yang bisa menggantikan posisinya sebagai qadhi (pengadil). Dan, kekhawatiran raja akhirnya memang terjadi. Ayah Abu Nawas meninggal dunia.

Raja tidak punya banyak pilihan untuk mencari pengganti ayah Abu Nawas. Ia berpendapat: Pakiban u meunan minyeuk, pakiban ku meunan aneuk (Bagaimana kelapa demikian pula minyaknya, bagaimana ayah maka akan begitu pula anaknya, ed). Karena itu, Raja pun kemudian menetapkan Abu Nawas sebagai calon tunggal untuk menggantikan posisi yang ditinggalkan ayahnya, yang semasa hidupnya menjadi qadhi yang sangat adil, jujur, dan bijaksana.

Akhirnya raja mengutus para prajurit untuk menjemput Abu Nawas di kediamannya untuk dihadapkan kepada raja. Tentu saja untuk dimintai kesediaan Abu Nawas menggantikan ayahnya. Sesampai di istana, ternyata Abu Nawas sudah tidak seperti dulu lagi. Abu Nawas sudah gila.

Melihat kenyataan Abu Nawas yang sudah gila, akhirnya raja membatalkan untuk menyerahkan jabatan qadhi kepadanya. Timbul pertanyaan, apakah benar Abu Nawas gila karena ditinggal ayahnya? Tentu tidak. Semasa masih hidup, ayahnya berpesan, janganlah jadi pemimpin. Karena itulah Abu Nawas berpura-pura gila.

Cerita diatas sudah saya ambil dari salah satu situs, tanpa ada perubahan apapun.

Di Indonesia pasca pemilu ini salah satu capres yaitu Bapak Prabowo Subianto berdasarkan Quick Count beberapa lembaga survey dinyatakan mendapatkan jumlah suara yang lebih sedikit dibanding petahana yakni pasangan Joko Widodo-Makruf Amin telah merayakan beberapa kali klaim kemenangan, bahkan beberapa kali melakukan deklarasi kemenangan dihadapan pendukungnya. Bukan hanya itu saja, beliau juga sempat mengundang salah satu organisasi purnawirawan untuk merayakan kemenangannya ini.

Menanggapi hal itu, beberapa netizen menyebutnya sebagai tanda-tanda kelainan jiwa. Kelainan jiwa ini mereka sebut sebagai megalomaniac.

Namun, saya yakin tidak demikian. Pak Prabowo adalah orang yang bijaksana, berwibawa, bermental baja. Karena bagaimanapun beliau adalah mantan tentara, kopassus, bahkan. Kita tahu kopassus adalah salah satu divisi tentara elit di Indonesia, maka tak mungkin Pak Prabowo mengalami gangguan jiwa. Dengan pendidikan di Kopassus yang sesemikian rupa tak mungkin Pak Prabowo mengalami stres hanya karena kalah Quick Count Pilpres.

Jikapun beliau dianggap benar sakit jiwa, mungkin beliau hanya bersandiwara. Beliau sadar bahwa menjadi pemimpin negara sebesar Indonesia bukanlah main-main. Butuh keseriusan yang sangat. Karena beliau adalah orang yang rendah hati sehingga, mungkin saja, beliau merasa belum mampu menerima amanat rakyat Indonesia yang terasa berat, maka berpura-puralah beliau mengindap sindrome megalomaniac agar dianggap stres oleh banyak orang sehingga jabatan presiden diamanatkan ke orang lain yang menurut beliau mampu.

***

Refleksi Warung Kopi, Gak penting

Dimohon komentator menggunakan bahasa yang sopan. Tidak merendahkan, memojokkan dan melecehkan kelompok lain. Terima Kasih
EmoticonEmoticon