Monday, April 29, 2019


Pilpres sudah selesai. Siapapun yang jadi presiden,  elit-elit politik telah melangkah ke medan pertarungan baru: loby politik, bersiasat untuk mendapat jabatan, entah itu menteri, dirut BUMN, proyek-proyek, bisnis dengan pengusaha dan sebagainya — dan kita, pemilih, hanya  menonton. Kadang elit mengompori massa demi menggolkan ambisi politik dan kekuasaannya. Mereka tak terlalu peduli apakah kita yang di bawah ini bertengkar, kehilangan teman, retak persaudaraan, saling mencaci-maki. Bagi sebagian elit, kita hanya dibutuhkan saat pemilu, saat sedang ada upaya konsolidasi kekuatan, kita dieksploitasi agar menyebar hoax, agar terus-menerus saling menuduh dan tegang — sebab, kadangkadang, dengan cara itulah elit-elit politik yang berseteru demi jabatan dan kekuasaan memperoleh kekuatan untuk saling menekan dan mendesakkan agenda masing-masing.

Kalau kita kacau, yang sengsara tetap rakyat jelata. Elit-elit politisi punya uang dan kekuatan untuk pergi ke mana suka jika rakyat pecah bertengkar. Jika situasi relatif damai, elit elit akan bertambah kaya, meraup berbagai keuntungan, dan kita, yang diperalat untuk bertengkar, tetap harus bangun pagi bekerja dengan bayaran yang segitu-gitu aja; bakul online dan bakul offline tetap harus bekerja keras; cicilan motor, KPR dan tupperware kita juga yang bayar, bukan dibayar oleh elit-elit yang kita bela sampai kita berbusa-busa bawa-bawa agama sembari saling menghina dan melaknat. Kalau kita ada hajatan atau sakit, kita juga yang repot, susah dan keluar duit untuk mbayar dan sering perlu bantuan tetangga.

Saya tahu ada sebagian orang telah mulai move on dari pilpres dan bergerak mencari cara untuk mencairkan ketegangan. Mereka bekerja diam-diam namun terus-menerus, tanpa peduli reputasi atau puja puji. Pilpres hanya bagian dari proses politik; ia berulang tiap 5 tahun. Setiap proses politik tak pernah sempurna dan tak pernah bisa memuaskan semua orang. Karenanya, kita mestinya bersikap sewaajarnya, santai, karena kehidupan akan terus berjalan sebagaimana telah digariskan Ilahi, tak peduli siapapun pemenangnya.

Belum tibakah saatnya kita berdamai lagi dengan diri kita sendiri yang sempat mengalami pertarungan batin yang besar dan berdamai dengan orang lain? Setiap diri punya pertarungan masing-masing, karena kita semua sama sama manusia. Kalau kita ingin selamat, mulailah dengan berdamai dengan diri sendiri, lalu menjalani hidup sebaik yang kita bisa bersama orang lain. Keselamatan dan kedamaian batin dan hidup kita tidak bergantung kepada para elit, lantas untuk apa kita memperpanjang permusuhan dan caci-maki, yang justru berisiko mencelakakan diri kita di dunia dan akhirat nanti?


***

Dikutip dari halaman facebook:
Embah Nyutz/Triwibowo Budi Santoso

Dimohon komentator menggunakan bahasa yang sopan. Tidak merendahkan, memojokkan dan melecehkan kelompok lain. Terima Kasih
EmoticonEmoticon